BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Obat
adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang menyebabkan
pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik pada tubuh. Hampir
semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi
terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau
tingkah laku, hal ini disebut obat psikoaktif.1
Obat dapat berasal dari berbagai
sumber. Banyak diperoleh dari ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam
tembakau, kofein dari kopi dan kokain dari tanaman koka. Morfin dan kodein
diperoleh dari tanaman opium, sedangkan heroin dibuat dari morfin dan kodein.
Marijuana berasal dari daun, tangkai atau biji dari tanaman kanabis (canabis sativum) sedangkan hashis dan
minyak hash berasal dari resin tanaman tersebut, begitu juga ganja.1
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam
kelompok obat yang berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat
yang dapat menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut klasifikasi umum
obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya ada yang bersifat adiktif maupun
yang non-adiktif.1
Susunan saraf yang mengkoordinasi sistem syaraf
lainnya di dalam tubuh manusia dibagi dalam 2 golongan yaitu:2
1. Susunan
saraf pusat (SSP) yang terdiri dari:
a. Otak
b. Sumsum
tulang belakang (spiral cord)
2. Susunan
saraf perifer yang terdiri atas:
a. Saraf
otak dan tulang belakang
b. Saraf
otonom
Pusat tidur dan pusat pengatur suhu
tubuh terletak pada hipotalamus. Pusat rasa sakit terletak pada cerebrum sedang
kapasitas mental merupakan fungsi dari kulit otak (cerebral cortex).2
Obat-obat yang bekerja terhadap susunan
saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamika dibagi atas dua golongan besar
yaitu:2
1. Merangsang
atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang
aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta sarafnya.
2. Menghambat
atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak langsung memblokir proses
tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf-sarafnya.
Nyeri
terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit,
keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan
menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan
polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri.
Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung
saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini.4
B. Tujuan
A. Mengetahui
mekanisme kerja obat analgesik
B. Mengetahui
efek obat analgesik
C. Mengetahui
% proteksi analgesik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Analgesik adalah obat
yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan
memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri merupakan suatu
pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan
adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang menggambarkan kerusakan
tersebut. Sedangkan antipiretik
adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya
(sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.3
Analgetika pada umumnya diartikan
sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot,
nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin,
dismenor (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit
dikendalikan. Hampir semua analgesik ternyata memiliki efek antipiretik dan
antiinflamasi.2
Asam salisilat, paracetamol mampu
menangani nyeri ringan sampai sedang sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan
analgesik sentral yaitu analgesik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat
tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan sifat
antiinflamasi berguna untuk mengobati radang sendi termasuk pirai/gout yaitu
kelebihan asam urat sehingga pada daerah sendi terjadi pembengkakan dan timbul
rasa nyeri.2
Analgesik antiinflamasi diduga
bekerja berdasarkan penghambatan sintesis prostaglandin (penyebab rasa nyeri).
Rasa nyeri tersebut dapat dibedakan dalam 3 kategori:2
1. Nyeri ringan
(sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid), dapat diobati dengan
asetosal, paracetamol bahkan placebo.
2. Nyeri sedang
(sakit punggung, migrain, rheumatik), memerlukan analgesik perifer kuat.
3. Nyeri hebat
(kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker), harus
diatasi dengan anlgesik sentral atau analgesik narkotik.
Analgetik dibagi dalam 2 golongan besar:2
1. Analgetik
narkotik (analgetik sentral)
Analgetika
narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghilang nyeri yang hebat sekali.
Dalam dosis besar dapat bersifat depresan umum (mengurangi kesadaran),
mempunyai efek samping menimbulkan rasa nyaman (euforia). Hampir semua perasaan
tidak nyaman dapat dihilangkan oleh analgetik narkotik kecuali sensasi kulit.
Harus hati-hati menggunakan anlgetika ini karena mempunyai resiko besar terhadap
ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini
hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentiil pada rasa nyeri hebat (trauma
hebat, patah tulang, nyeri infark).
Penggolongan
analgetika narkotik adalah sebagai berikut:
a.
Alkaloid alam :
morfin, codein
b.
Derivat semi sintetis :
heroin
c.
Derivat sintetik :
metadon, fentanil
d.
Antagonis morfin :
nalorfin, nalokson dan pentazocin
2. Analgetik
non opioid (non narkotik)
Disebut juga
nalgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat. Semua
nalgetika perifer memiliki khasiat sebagai antipiretik yaitu menurunkan suhu
badan saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur
kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan
bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak keringat. Misalnya
paracetamol, asetosal. Dan berkhasiat pula sebagai antiinflamasi.
Antiinflamasi
sama kuat dengan analgetik, digunakan sebagai anti nyeri atau rheumatik
contohnya asetosal, asam mefenamat, ibuprofen. Anti radang yang lebih kuat
contohnya fenilbutazon. Sedangkan yang bekerja srentak sebagai anti radang dan
analgetik contohnya indometazin.
Berdasarkan
rumus kimiamya analgetik perifer digolongkan menjadi:
a.
Golongan salisilat :
asetosal
b.
Golongan para-aminophenol : paracetamol, fenasetin
c.
Golongan pirazolon (dipiron) : fenilbutazon
d.
Golongan antranilat :
asam mefenamat
AINS adalah
obat-obat analgesik yang selain memiliki efek analgesik njuga memiliki efek
antiinflamasi, sehingga oba0obat jenis ini digunakan dalam pengobatan rheumatik
dan gout. Contohnya ibuprofen, diklofenak, fenilbutazon dan piroxicam. Sebagian
besar penyakit rheumatik membutuhkan pengobatan simptomatis, untuk meredakan
rasa nyeri penyakit sendi degeneratif seperti osteoartritis, analgesik tunggal
atau campuran masih bisa digunakan. Tetapi bila nyeri dan kekakuan disebabkan
penyakit rheumatik yang meradang harus diberikan pengobatan dengan AINS.
Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar
tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin. Namun, obat golongan
NSAIDs secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam
peradangan. Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim
siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi
prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan cara yang
berbeda. Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila
lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus,
sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi
peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit.
Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara mengasetilasi
gugus aktif serin dari enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan
terhadap penghambatan enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu
mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase. Semua obat golongan NSAIDs
bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Efek samping obat golongan
NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin. Selain
itu, sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam
sel yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Efek
samping lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 dengan akibat terjadinya perpanjangan waktu
perdarahan. Namun, efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi terhadap
thrombo-emboli. Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkus lambung
dan perdarahan saluran cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat
hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan prostacyclin. PGE2
dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk
menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang
bersifat sitoprotektan.4
A. Asetosal(Acidum
Acetylsalicylicum)2
Asam asetil
salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan obat yang
diindikasikan untuk sakit kepala, nyeri otot, demam dan lain-lain. Saat ini
asetosal semakin banyak karena sifat plateletnya. Sebagai contoh aspirin dosis
kecil digunakan untuk pencegahan trombosis koroner dan cerebral. Asetosal
adalah analgetik antipiretik dan antiinflamasiyang sangat luas digunakan dan
digolongkan obat bebas. Masalah efek samping yaitu perangsangan bahkan dapat
menyebabkan iritasi lambung dan saluran cerna dapat dikurangi dengan meminum
obat setelah makan atau membuat menjadi sediaan salut enterik, karena salisilat
bersifat hepatotoksik maka tidak dianjurkan diberikan pada penderita penyakit
hati yang kronis.
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang demam,
antiplatelet
Kontra
indikasi : anak dibawah usia 12
tahun, anak yang sedang disusui, gangguan saluran cerna, hemofilia penting
untuk menjelaskan kepada keluarga bahwa acetosal adalah obat yang tidak cocok untuk
anak yang berpenyakit ringan.
Efek
samping : ringan dan tidak
sering yaitu iritasi saluran cerna
Sediaan : acetosal(generik) tablet 100mg, 500mg
Gambar 1. Gambar Rumus Bangun Acetosal
atau Aspirin
B. Asam
Mefenamat2
Indikasi : nyeri ringan sampai sedamg dan kondisi
yang berhubungan dengan dismenore dan menoralgi.
Kontra
indikasi : harus digunakan hati-hati
pada pasien usia lanjut, peradangan usus besar, pada pengobatan jangka lama
harus dilakukan tes darah.
Efek samping : mengantuk, diare, trombositopenia,
anemia dan kejang-kejang pada over dosis.
Sediaan : asam mefenamat(generik) kaptab 250mg,
500mg
Gambar 2. Gambar Rumus Bangun Asama
Mefenamat
BAB III
ALAT, BAHAN DAN METODE
A.
Alat dan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini:
1.
Empat ekor mencit yang telah ditandai
2.
Larutan NaCl
3.
Larutan aspirin 5mg/ml
4.
Larutan asam mefenamat 5mg/ml
5.
Larutan asam asetat 0,7%
6.
Jarum suntik
7.
Jarum oral
B.
Metode
1.
Disiapkan 4 ekor mencit dengan penandaan sebagai
berikut:
a. Mencit 1 : kontrol negatif
b. Mencit 2 :kontrol positif
c. Mencit 3 : perlakuan dosis 250mg
d. Mencit 4 : perlakuan dosis 500mg
2.
Ditimbang bobot masing-masing mencit.
3.
Dihitung dosis untuk setiap mencit percobaan.
4.
Disuntikan larutan NaCl melalui subkutan sebanyak 1 ml
pada mencit 1, ditunggu 30 menit.
5.
Diberikan larutan aspirin 5 mg/ml mealui oral sebanyak
dosis yang telah dikonversikan pada mencit 2, ditunggu 30 menit.
6.
Diberikan larutan asam mefenamat 5 mg/ml dosis rendah
melalui oral sebanyak dosis yang telah dikonversikan pada mencit 3, ditunngu 30
menit.
7.
Diberikan larutan asam mefenamat 5 mg/ml dosis tinggi
melalui oral sebanyak dosis yang telah dikonversikan pada mencit 4, ditunngu 30
menit.
8.
Setelah 30 menit disuntikan larutan asam asetat 0,7%
melalui intraperitonial sebanyak 0,5 ml pada setiao mencit percobaan.
9.
Diamati geliat yang terjadi pada mencit setiap 5
menit.
10. Dilakukan
pengamatan geliat hingga menit ke 60.
BAB IV
HASIL
Tabel 1.
Data pengamatan berat mencit percobaan
Perlakuan
|
Berat
mencit(gram)
|
Mencit 1
|
16,4
|
Mencit 2
|
14,3
|
Mencit 3
|
18,0
|
Mencit 4
|
13,8
|
Perhitungan
konversi dosis dan volume penyuntikan untuk mencit:
A.
Dosis aspirin(325mg/70 kg BB)
Faktor
konversi untuk mencit(20 g) = 0,0028
Dosis untuk
mencit = 325 x 0,0028 = 0,91 mg/20 g BB
Konsentrasi
yang diinginkan = 5 mg/ml
BB rata-rata
mencit = 18 g
B.
Dosis asam mefenamat(250mg/70 kg BB)
Faktor
konversi untuk mencit(20 g) = 0,0028
Dosis untuk
mencit = 250 x 0,0028 = 0,70 mg/20 g BB
Konsentrasi
yang diinginkan = 5 mg/ml
BB mencit 3
= 18 g
C.
Dosis asam mefenamat(500 mg/70 kg BB)
Faktor
konversi untuk mencit(20 g) = 0,0028
Dosis untuk
mencit = 500 x 0,0028 = 1,40 mg/20 g BB
Konsentrasi
yang diinginkan = 5 mg/ml
BB mencit 4
= 13,8 g
Tabel 2.
Pengamatan geliat mencit
Waktu pengamatan
|
Jumlah geliat
|
|||
Mencit 1
|
Mencit 2
|
Mencit 3
|
Mencit 4
|
|
5’
|
14
|
8
|
3
|
4
|
10’
|
4
|
0
|
0
|
1
|
15’
|
8
|
12
|
0
|
1
|
20’
|
1
|
0
|
0
|
1
|
25’
|
9
|
2
|
1
|
1
|
30’
|
3
|
0
|
0
|
0
|
35’
|
6
|
1
|
11
|
0
|
40’
|
8
|
0
|
3
|
2
|
45’
|
2
|
0
|
0
|
3
|
50’
|
0
|
3
|
9
|
1
|
55’
|
0
|
4
|
9
|
3
|
60’
|
0
|
0
|
4
|
0
|
Total
geliat
|
55
|
30
|
40
|
17
|
Rata-rata
geliat/5 menit
|
4,58
|
2,50
|
3,33
|
1,42
|
Perhitungan %
proteksi:
A.
%
proteksi aspirin
B.
%
proteksi asam mefenamat (dosis kecil)
C.
%
proteksi asam mefenamat (dosis tinggi)
Perhitungan % efektifitas:
- % efektifitas asam mefenamat dosis kecil
- % efektifitas asam mefenamat dosis tinggi
Gambar 3. Grafik rata-rata jumlah geliat mencit per
5 menit
Gambar 4. Grafik % proteksi obat
Gambar 5. Grafik % efektifitas asam mefenamat dalam
percobaan
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali
ini dilakukan pengujian efek analgetik pada hewan percobaan yang bertujuan
untuk mengukur kemampuan obat dalam hal ini adalah aspirin(sebagai kontrol) dan
asam mefenamat, untuk menghilangkan atau mencegah kesadaran sensasi
nyeri.Sensasi nyeri ditimbulkan secara eksperimental dengan pemberian asam
asetat 0,7% secara intraperitonial.
Pada praktikum kali
ini kita akan membandingkan daya proteksi dan efek dari aspirin(500mg/ml) dan
asam mefenamat dengan dosis yang berbeda(250mg/ml dan 500mg/ml) yang berkhasiat
sebagai analgesik. Data diperoleh dari jumlah geliat pada mencit dalam waktu 1
jam setelah diinduksikan nyeri.
Dari data di atas
diketahui bahwa aspirin memiliki daya proteksi sebesar 45,45%, asam mefenamat
250mg/ml sebesar 27,27% dan asam mefenamat 500mg/ml sebesar 69,09% maka dari data tersebut asam mefenamat
500mg/ml memiliki daya proteksi terhadap nyeri lebih besar daripada aspirin dan
asam mefenamat dengan dosis 250mg/ml. Pada percobaan ini asam mefenamat
250mg/ml memiliki efektifitas sebesar 60% sedangkan asam mefenamat 500mg/ml
memiliki efektifitas sebesar 152,01% maka dari data tersebut asam mefenamat
dengan dosis 500mg/ml jauh lebih efektif dibandingkan dengan dosis 250mg/ml.
Terdapat 2 macam percobaan efektifitas yaitu efektifitas obat dalam mencegah
dan efektifitas obat dala mengobati. Efek pencegahan berarti hewan coba
diberikan obat terlebih dahulu kemudian diinduksikan nyeri. Efek pengobatan
bearti hewan coba diindukdikan nyeri terlebih dahulu kemudian diberikan obat.
Pada percobaan ini dilakukan percobaan efektifitas pencegahan obat, karena
mencit terlebih dahulu diberikan analgesik dan kemudian diinduksikan nyeri dengan
asam asetat 0,7% melalui intraperitonial. Dari data yang telah diperoleh asam
mefenamat 500mg/ml lebih efektif mencegah nyeri
dibuktikan juga pada grafik rata-rata
jumlah geliat/5 menit pada mencit 4 yang diberikan asam mefenamat 500mg/ml
lebih sedikit diantara mencit percobaan yang lain. Asam mefenamat seharusnya
diberikan melalui subkutan tetapi dalam percobaan dilakukan peroral karena asam
mefenamat yang disiapkan tidak larut sempurna dalam air. Pada percobaan
digunakan larutan NaCl sebagai kontrol negatif dan aspirin sebagai kontrol
positif.
BAB VI
KESIMPULAN
Efek
obat analgetik yaitu menghilangkan rasa nyeri ataupun sakit, efek tambahan
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dan antiinflamasi sebagai anti radang. Persen(daya)
efektifitas obat menunjukkan seberapa besar kemampuan obat tersebut dalam
menimbulkan efek atau manfaat, dari hasil percobaan asam mefenamat 500mg
mempunyai %efektifitas yang lebih tinggi daripada asam mefenamat 250mg, ini
bearti asam mefenamat 500mg lebih baik dalam menimbulkan efek atau manfaat
terhadap tubuh atau menghilangkan rasa nyeri atau sakit. Persen(daya) proteksi
menunjukkan seberapa besar kemampuan obat dalam melindungi tubuh atau melawan
rasa nyeri atau sakit, dari hasil percobaan asam mefenamat 500mg memiliki
%proteksi paling tinggi, ini berarti asam mefenamat lebih baik dalam melawan
nyeri darpada aspirin dan asam mefenamat 250mg. Semakin tinggi dosis suatu obat
maka daya proteksi dan efektifitasnya semakin tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
- Drh Darmono, M.Sc,obat pada sistem saraf pusat, diambil dari http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&ved=0CHQQFjAI&url=http%3A%2F%2Fwww.geocities.ws%2Fkuliah_farm%2Ffarmasi_forensik%2Fobat-saraf.doc&ei=_XfZULCZB4fqrQeYvoDwBA&usg=AFQjCNGVO_2SC1r88EESjeuwrq4osIRsSw&sig2=VLyWvzQ23i-1tJOT5oCJJQ&bvm=bv.1355534169,d.bmk diakses pada 25 desember 2012 pukul 17.02
- Dra. Murniati, Apt. Dkk. Farmakologi. Jakarta:K3S SMF Provinsi DKI Kakarts;2007,13-17
- Analgesik, diambil dari http://www.farmasiku.com/index.php?target=categories&category_id=170 diakses 24 Des. 12 pukul 18.00
- Cara kerja obat analgetik-antipiretik, NSAID dan steroid, diambil dari http://kamuskesehatan.com/arti/non-steroidal-anti-inflammatory-drugs/ diakses 24 Des. 12 pukul 18.04
LAMPIRAN 1
Lampiran 1. Cara kerja percobaan
LAMPIRAN 2
Lampiran 2. Perhitungan konversi dosis mencit
LAMPIRAN 3
Lampiran 3. Data pengamatan geliat mencit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar